+90 (507) 626 1394 usrahturkey@gmail.com

Monday, November 17, 2014

Jatuh Bangun Fakultas Ilahiyat di Turki

Universitas Ankara - Fakultas Ilahiyat



Sejarah dan Asal Mula Pembentukannya

Asal mula dibentuknya Fakultas ilahiyat[1] adalah visi utama dari penyatuan antara pemikiran modern dan ilmu keislaman di universitas Turki pada zaman kekhalifahan Usmani. Ini terjadi ketika Usmani mulai mengadopsi banyak ilmu dan sistem pendidikan barat di awal abad 18. Dan dengan itu pula, maka era model madrasah seperti Fatih dan Suleymaniye[2] akhirnya tergantikan oleh adanya madrasah dengan nama Darul Funun[3] di tahun 1846. Dan di tahun tersebut dimulailah sistem belajar Islam yang juga mencampurkan pemikiran modern. Pembelajaran pertama ini dimulai di tahun 1864, namun sayangnya madrasah ini hanya mampu bertahan sampai tahun 1877.
Dari tahun tersebut sampai tahun 1900-an hanya jurusan kedokteran dan hukum yang mampu bertahan. Hingga ketika banyak permintaan, maka dibukalah jurusan baru yaitu sastra. Karena ini merupakan jurusan baru, maka pada waktu itupun jurusan ini masih belum bisa begitu berkembang. Hingga akhirnya di tahun 1908 (tahun setelah pengumuman Mesrutiyet[4]II) mulailah terjadi perkembangan di jurusan sastra ini dengan adanya 4 penggolongan, yaitu ; sastra, filsafat, sejarah dan geografi. Dan di tahun tersebut, karena madrasah juga sudah tidak berkembang maka banyak yang mengusulkan untuk membuka jurusan ilahiyat lagi. Dan akhirnya di tahun 1912, pakar pemikir Darul Funun, Emrullah Efendi, membentuk ulang sistem pendidikan di  Darul Funun dengan membuka 5 jurusan :
1.      Ulum-i Ser’iye (ilmu syariat / ilahiyat)

2.      Ulum-i Hukukiye (ilmu hukum)

3.      Ulum-i Tibbiye (ilmu kedokteran)

4.      Funun (sains)

5.      Ulum-i Edebiye (ilmu sastra)

DarülFünun

Dan Emrullah Efendi membagi ilmu yang diajarkan di jurusan Ulum-i Ser’iye menjadi 4 bagian:
    1. Tafsir dan hadits
      • Tafsir umum
      • Tafsir lanjutan
      • Hadits.
    2. Kalam
      • Ilmu kalam
      • Sejarah kalam
      • Filsafat Arab.
    3. Filsafat
      • Psikologi
      • Filsafat dasar
      • Akhlak dan ilmu mantik[5]
      • Sejarah filsafat
      • Filsafat arab.
    4. Fikh
      • Usul Fikh
      • Ilmu khilaf[6]
      • Sejarah fikh
      • Hikmet-i tasri’[7]

Namun Darul Funun bentukan Emrullah Efendi ini tidak berjalan dengan lancar. Hingga akhirnya pada 11 Oktober 1919 keluarlah peraturan yang berisi tentang kelanjutan jurusan  hukum, kedokteran, sastra dan sains. Namun, untuk jurusan Ulum-i Ser’iye (ilahiyat atau ilmu syariah) diberhentikan.
Pasca kemerdekaan Republik Turki
1.      Pembukaan Jurusan ilahiyat pertama kali setelah kemerdekaan
Setelah dibentuknya Republik Turki oleh Mustafa Kemal Ataturk di tahun 1923, akhirnya TBMM (Turkiye Buyuk Millet Meclisi)[8] berencana untuk membuka lagi Fakultas Ilahiyat. Dan bertepatan pada 1 April 1924 (17 Ramadhan 1340) akhirnya keluarlah undang-undang yang berisi tentang dibukanya kembali jurusan ilahiyat dan kembali bersama jurusan hukum, kedokteran, sastra dan sains. Dan dengan masa pendidikan selama 3 tahun saja.
           Ilahiyat yang dibuka kembali di tahun 1924 ini hanya mampu bertahan sampai 1933 atau hanya selama 9 tahun. Karena di tahun 1933 terjadi reformasi pendidikan dari Darul Funun menjadi Universitas Istanbul. Dan Universitas Istanbul ini tidak memberi tempat untuk jurusan ilahiyat. Dengan hanya membuka jurusan kedokteran, hukum, sastra dan sains. Namun di jurusan sastra, dibuka program institusi ilmu Islam.  Namun, karena ketiadaan guru serta murid yang mengambil institusi ini, akhirnya institusi ini hanya berjalan sampai tahun 1936. Dan setelah itu baik di Universitas Istanbul maupun Universitas Ankara tidak ada yang membuka institusi keislaman tersebut.
2.      Dibukanya kembali Fakultas Ilahiyat
Setelah sekian tahun tidak adanya jurusan Ilahiyat di Universitas Turki, akhirnya di tahun 1949 Turkiye Buyuk Millet Meclisi kembali membuat peraturan baru tentang bolehnya pembukaan jurusan ilahiyat. Dan tepat setelah 16 tahun ditutupnya ilahiyat Darul Funun, akhirnya pada tanggal 21 November 1949 dibuka kembali jurusan ilahiyat yang dihubungkan dengan Universitas Ankara, dengan masa belajar selama 4 tahun. Dan mulai tahun ajaran 1982-1983 masa belajar menjadi 5 tahun. Di mana satu tahun pertama adalah kelas persiapan bahasa Arab. Pelajar yang sudah belajar bahasa Arab  bisa mengikuti tes muafiyet[9]. Jika lulus di tes ini, maka tidak perlu masuk dalam kelas persiapan bahasa Arab.
Dan mulai tahun 1949 ini mulai menjamurlah institusi tinggi keislaman. Mulai di Erzurum, Istanbul, Konya, Bursa, Kayseri, Izmir dan Samsun. Dan Akhirnya Institusi Tinggi Islam ini menjadi Fakultas ilahiyat yang dihubungkan dengan universitas di kota-kota tersebut:
a.  Universitas Ataturk Erzurum Fakultas Ilmu Islam atau juga Institusi Tinggi Islam dihubungkan dengan Univeritas Ataturk dan diganti dengan nama Fakultas Ilahiyat.
b.   Institusi Tinggi Islam Istanbul  : dihubungkan dengan Universitas Marmara.
c.   Institusi Tinggi Islam Konya    : dihubungkan dengan Universitas Selcuk.
d.   Institusi Tinggi Islam Kayseri  : dihubungkan dengan Universitas Erciyes.
e.   Institusi Tinggi Islam Izmir      : dihubungkan dengan Universitas Dokuz Eylul.
f.    Institusi Tinggi Islam Bursa     : dihubungkan dengan Universitas Uludag.
g.   Institusi Tinggi Islam Samsun : dihubungkan dengan Universitas Ondokuz Mayis.
            Dengan mulai banyaknya pembukaan kembali fakultas ilahiyat di Universitas di Turki ini terlihat bahwa Islam juga mulai tumbuh dan berkembang secara perlahan. Dan sekarang ini, kira-kira sudah ada 30 lebih Universitas di Turki yang membuka Fakultas Ilahiyat. Ini juga merupakan bukti bahwa ilmu Islam merupakan kebutuhan bagi manusia yang tidak bisa dihilangkan. Semoga dengan tumbuh kembangnya Islam di Turki ini akan memberi efek positif dan kemajuan yang luar biasa pada Islam. Yang tentunya juga kita ketahui bersama, bahwa selama 600 tahun Islam pernah berjaya di negara ini.
 
Penulis : Abdurrahman Al Farid - Ankara University



[1] Fakultas islam yang sekarang dihubungkan dengan universitas di Turki.
[2] Model madrasah yang dibentuk setelah penaklukan konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al Fatih pada tahun 1453.
[3] Darul Funun dari bahasa Arab yang berarti rumah kesenian atau sains. Nama Darul Funun dimulai ketika zaman kesultanan Abdul Hamid II. Yaitu reformasi sistem madrasah dengan sistem universitas yang terdiri dari jurusan sains dan ilmu sosial.
[4] Reformasi sistem pemerintahan konstitusionalisme, dengan pemerintahan parlemen monarki. Yang dengan ini dibentuk parlemen khilafah Usmani. Mesrutiyet I terjadi di tahun 1876. Mesrutiyet II tahun 1908.
[5] Ilmu tentang logika dan cara berpikir.
[6] Ilmu tentang perbedaan (khilaf) para ulama mengenai hukum ibadah tertentu.
[7] Ilmu yang mempelajari tentang hikmah dari pensyariatan suatu ibadah.
[8] Majelis Besar Rakyat Turki, semisal DPR atau MPR yang membuat rancangan undang-undang.
[9] Ujian penyetaraan atau pembebasan.
 
Sumber :
  • Web Ankara Ilahiyat Fakultesi : www.divinity.ankara.edu.tr
  • Jurnal Ankara Ilahiyat Fakultsi : Ankara Universitesi Ilahiyat Fakultesi, oleh : Doc. Dr. Munir KOSTAS.
  • Jurnal Uludag Univesitesi Ilahiyat Fakultesi edisi 1 jilid 1 tahun 1986 : Ilahiyat Fakultelerinin Tarihcesi, oleh : Mustafa OCAL.
  • Islam Arastirma Ensiklopedia : Ilahiyat Fakultesi, hal. 70-72

 

 

 
4 comments

Monday, November 3, 2014

Kemari, Ayo Minum Teh!

Çay (teh) adalah satu hal yang tak pernah lepas dari Masyarakat Turki. Ia terus mengisi gelas-gelas kosong mulai pagi hingga tengah malam, bahkan sampai pagi kembali. Tidak peduli di gedung parlemen, kantor, sekolah, maupun di rumah, teh selalu menemani keseharian mereka. Setiap ada yang datang bertamu pun, paling tidak segelas teh pasti disuguhkan.

Ini Teh Turki!

Bukan teh Turki namanya jika prosesnya instan, alias hanya dicelup-celup dalam segelas air panas. Orang Turki selalu menyeduh teh dengan merebus dedaunan teh dalam teko khas Turki yang disebut demlik. Saat teh benar-benar masak, ampas teh akan mengendap di dasar demlik. Bedanya dari yang lain, teh Turki disajikan tanpa melalui proses penyaringan supaya keutuhan rasa tetap terjaga. Kemudian teh dituang ke dalam gelas dan ditambah air mendidih dengan takaran sesuai selera, mau teh yang bening atau pekat. Rata-rata orang Turki sendiri lebih menyukai teh yang pekat.

Ada sebutan khusus untuk teh Turki pada umumnya, yakni tavşan kanı çay. Artinya teh darah kelinci! Mengapa dinamakan seperti itu? Kebanyakan orang mengira dikarenakan kepekatan teh yang seperti darah ataupun warnyanya yang kemerahan. Padahal bukan seperti itu. Nama tavşan kanı çay diambil dari kelimpahan teh yang identik dengan keberkahan. Teh Turki mengalir tiada henti dalam sehari, persis seperti kelinci hasil buruan yang ternyata darahnya baru habis setelah dibiarkan sehari. Maka dari itu, tavşan kanı çay ini sebenarnya bermakna teh yang pernuh berkah.

Rahasia di Balik Gelas

Gelas ini biasa disebut ince belli, maknanya berpinggang langsing. Pertama kali saya melihatnya di Turki, saya fikir ini hanya seni semata. Namun faktanya, desain gelas tersebut memiliki arti dan fungsi yang menarik untuk kita simak.

  1. Dibuat dari kaca yang transparan, supaya lebih mudah untuk mengatur kepekatan saat menuangkan teh ke dalam gelas.
  2. Cekungan di atas disebut dudak payı, yakni jatah bibir. Gunanya ialah memberikan kenyamanan lebih saat kita menyeruput teh. Ia juga memudahkan kedua jari untuk memegang gelas saat teh sedang panas-panasnya.
  3. Lekukan di bagian tengah sengaja didesain agar mudah untuk digenggam pada musim dingin, sehingga panasnya teh bisa menghangatkan tangan, kemudian menjalar ke seluruh badan.
  4. Cembungan di dasar gelas menjaga suhu teh di bagian bawah, sehingga sampai tetesan terakhir pun teh senantiasa hangat. Berbeda saat kita meminum teh dengan gelas biasa, di tegukan terakhir biasanya teh sudah tidak hangat lagi.
  5. Bentuk kesuluruhan melambangkan sebuah tanaman khas Turki, keindahan yang selalu menghiasi taman-taman kota di musim semi. Ialah Lale, yang mana kita sendiri biasa menyebutnya dengan Bunga Tulip.
Bunga Tulip

Teh Sebagai Penjalin Ukhuwwah

Yang menarik di Turki, teh tidak pernah diminum sendirian. Selalu ada minimal satu orang untuk diajak bercengkrama. Çay adalah simbol keterikatan serta ketertarikan diri untuk merajut hubungan dengan saudaranya, entah sudah lama saling mengenal atau bahkan baru kali itu juga bersua. Dengannya mereka saling menghangatkan, saling mengakrabi.

***

Malezya? Endonezya?” Ya, begitulah kebanyakan sesepuh di Turki memulai obrolan bersama orang berwajah melayu seperti saya. Dalam hati berkata, pasti bapak ini sudah pernah haji. Memang kebanyakan mereka mengenal orang melayu saat beribadah haji. Sebenarnya tak hanya mengenal, bahkan mereka cinta. Kita orangnya ramah dan murah senyum, katanya. Itu sebabnya mudah bagi mereka untuk menerka negara asal kita.

Evet, Amca (Ya, Paman). Lebih tepatnya, saya dari Indonesia.”

“Tuh kan saya nggak salah tebak. Saya cinta sekali dengan rombongan haji kalian, orangnya bersih dan barisannya selalu rapih. Yang paling saya suka adalah keramahan kalian, selalu memberi ruang kepada kami saat kami kebingungan karena belum mendapat barisan. Moga Allah ridha.”

Saya senyum sendiri saat pendahulu kita dipuji, sungguh mereka telah mejadi teladan yang baik. Semoga kami sebegai generasi penerus bisa mewakili Muslim Indonesia dengan lebih baik lagi di Bumi Usmani.

“Jadi, sedang apa kamu di Turki?” lanjut Amca tadi.

“Saya sedang studi di Trabzon.”

Setelah sedikit berbasa-basi, beliau menggoyangkan kepalanya ke kiri sambil mengedipkan mata kirinya, “Kemari, ayo minum teh!” Gerakan kepala tadi adalah cara menyatakan sebuah ajakan. Khas orang Turki.

Maka dibawalah saya ke çayhane (kedai teh) langganan Amca itu, kemudian diperkenalkan kepada seluruh kawannya di sana.

Çayhane
“Inilah saudara muslim kita yang datang jauuuh dari Indonesia.”

Para pelanggan di kedai teh menoleh ke arah saya. Yang mulanya menganggur sedikit demi sedikit merapat, menanti sepatah dua patah cerita dari mulut saya. Saya pun mulai bercerita soal Indonesia, sebisa mungkin menjawab rasa penasaran mereka tentang negeri muslim terbanyak di dunia.

Sebuah obrolan santai pun mengalir hingga gelas kosong, menyisakan sendok teh terbaring di atas gelas pertanda ini gelas teh terakhir saya. Sudah, jangan diisi lagi.

Saya pun beranjak mohon pamit untuk melanjutkan aktivitas. “Semoga Allah ridha atasmu Amca.”

“Sampai ketemu lagi, in syaa Allah. Kalau longgar, silahkan datang kemari. Kita ngobrol lagi.” Beliau mengantarkan saya hingga pintu keluar çayhane.

“Sampai jumpa Amca. Fi amanillah,” balas saya.

Lumayan lah teh gratis kala dingin menusuk sore itu. Benar-benar menghangatkan; Teh kepada raga, Kebersamaan kepada jiwa. “Innamal mu’minuna ikhwah,” ucapan Amca di sela obrolan tadi selalu terngiang di pikiran saya. Bahwa kita semua terikat dalam persaudaraan hanya karena iman. Tanpa batas suku, adat, ras dan bangsa. Alhamdulillah…

***


“Gönül ne çay ister ne çayhane; Gönül sohbet ister, çay bahane.”

Hati bukannya inginkan teh, bukan pula kedai teh;
Hati sekedar ingin berbincang, teh hanya alasan.

3 comments

Sunday, October 26, 2014

Kondisi Peradaban Pada Masa Turki Ustmaniyyah

Sebuah peradaban yang dapat bertahan sampai lebih dari 150 tahun bisa dikatakan bahwa peradaban tersebut memiliki karakter kebudayaan, ideologi, keilmuwan, teknologi dan kehidupan sosial yang tinggi dan kuat.

Dalam sepanjang sejarah umat Islam, peradaban-peradaban besar tersebut antara lain adalah Peradaban Abbasiyyah di Baghdat (749–1258), Umayyah di Andalusia (756–1031), Dinasti Seljuk di Anatolia (1040–1318) dan Turki Ustmaniyyah di Balkan dan Anatolia (1299–1918).

Sebuah Karya darı Şeyh Hamidullah
Peradaban yang berkembang pada masa Turki Ustmaniyyah lebih layak disebut sebagai peradaban Islam daripada Ustmaniyyah itu sendiri. Beberapa muarrikhun (ahli sejarah) dan musytasyriq (orientalis barat) ada yang menyebutnya sebagai perkembangan peradaban bangsa Turki. Bagaimanapun menurut mereka Islam diidentikkan dengan peradaban bangsa Arab.

Tetapi seperti yang menjadi aqidah dan keyakinan kita semua, bahwa setiap bangsa yang bersaksi bahwa tiada illah yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah rasul Allah adalah Islam. Termasuk bangsa Turki dan peradaban Ustmaniyyah.

Dalam tulisan kali ini, kami mencoba untuk menyampaikan kondisi secara umum peradaban Islam yang berkembang pada periode Turki Ustmaniyyah.

Pertama, Kedaulatan Turki Ustmaniyyah memiliki wilayah kekuasaan luas yang memanjang dari Syams hingga Khurasan dan dari Mesir hingga Haramain. Ini menyebabkan banyaknya interaksi kultur, budaya, bahasa, agama dan peradaban yang menjadikan peradaban Turki Ustmaniyyah menjadi peradaban yang kaya dan majemuk. Dapat dikatakan juga bahwa Turki Ustmaniyyah memiliki peninggalan budaya dan peradaban yang lebih kaya dan kuat dibanding dengan kedaulatan-keldaulatan Islam yang lampau.

Dalam sepanjang sejarah umat Islam, peradaban setelah asr-ı saadet (masa Rasulullah) seperti Umayyah dan Hasyimiyah senantiasa diiringi dengan kisah yang pedih. Pada tahun 1055 dengan beralihnya kekuasaan dari bangsa Seljuk kepada Ustmaniyyah dan beberapa beylik (kerajaan-kerajaan kecil)yang kemudian bersatu tanpa adanya pertempuran yang berarti, kedaulatan tersebut hidup berjaya hingga 300 tahun.

Seperti yang kita ketahui bahwa ilmu dan keilmuwan sangat mengambil tempat yang penting dalam perkembangan peradaban Islam. Pada periode dinasti Umayyah dan Abasiyyah aktivitas pengembangan ilmu yang dilaksanakan di masjid-masjid memberikan contoh yang riil pentingnya mengembangkan ilmu sebagai asas besarnya peradaban. Sedangkan pada masa Seljuk dan Karahanli pengembangan ilmu tersebut lebih banyak dilaksanakan di madrasah yang sampai saat ini masih kita teruskan.

Dengan demikian, seperti peradaban-peradaban Islam yang dibina pada periode sebelumnya, Turki Ustmaniyyah juga menyadari bahwa ilmu adalah asas pembangunan suatu negara. Yaitu dengan mengembangkan sistem madrasah.

Dalam periode awal Turki Ustmaniyyah kefakihan Islam, kematangan, kecerdasan dan keterampilan seorang calon sultan sangat diperhatikan. Kadang-kadang perdebatan yang dilakukan di tempat rapat dijadikan sebagai headline news di kerajaan.

Turki Ustmaniyyah membentuk Mahkamah seperti halnya pada hari ini, agar permasalahan-permasalahan masyarakat dapat diselesaikan dengan dikeluarkannya fetva (fatwa) dan görüş (pandangan) terhadap masalah tersebut oleh seorang Şeyhülislam.

Pada masa Turkı Ustmaniyyah, dunia seni juga boleh dikatakan sangat berkembang. Khususnya seni menulis kaligrafi dan khat. Seperti Şeyh Hamidullah seorang ulama dan seniman besar pada masa Ustmaniyyah di bidang khat, musik, dll.

Tentunya bukan mereka saja yang dihasilkan untuk peradaban Islam pada masa Turki Ustmaniyyah hingga mencapai keemasan. Para tentara di medan peperangan, penataan kota, perkembangan industri, kelautan, teknologi, pertanian dan masih banyak lagi usaha Turki Ustmaniyyah dalam upaya meninggikan peradaban umat Islam.

Penulis : Fatchul Wachid - İlahiyat Fakültesi Karadeniz Teknik Üniversitesi
No comments

Monday, October 20, 2014

Ibadah dan Muamalah yang Salah Kaprah

Kehidupan sosial masyarakat selalu terikat dengan hukum Islam ber-nash. Sebut saja ibadah dan muamalah. Alih-alih memahami, masyarakat awam justru kerap salah kaprah terkait pengamalan keduanya sesuai konteks Al Qur’an dan sunnah.

Contoh dalam ibadah, sering kita jumpai jama’ah solat Jumat mengisi dan menggeser ‘kotak amal estafet’ saat khutbah berlangsung. Ketika disarankan beralih memasang ‘kotak amal permanen’, banyak pengurus masjid menolak dengan alas an lebih efektif. Padahal, sebuah hadits menegaskan, 

من توضأ فأحسن الضوء، ثم أتى الجمعة فاستمع و أنصت، غفر له ما بينه و بين الجمعة و زيادة ثلاثة أيام، و من مس الحصى فقد لغى
رواه مسلم

Artinya: "Barangsiapa berwudhu' lalu memperbaguskan wudhu'nya, kemudian mendatangi shalat Jum'at, mendengar -khatib- dan berdiam diri -tidak berbicara sama sekali-, maka diampunkanlah untuknya antara Jum'at itu dengan Jum'at yang berikutnya, dengan diberi tambahan tiga hari lagi. Barangsiapa yang memegang kerikil -batu kecil- (untuk dipermain-mainkan sehingga tidak memperhatikan isi khutbah), maka ia telah melakukan kelalaian."
(HR. Muslim) dalam Kitab Riyadhusshalihin, Bab keutamaan Jum'at.

Karenanya, jangankan mengisi dan menggeser kotak amal, menggeser sebuah batu kerikil kecil ataupun berbicara ketika khatib sedang berkhutbah saja sudah menghapus pahala ibadah solat Jumat.

Masih terkait solat Jumat, kekeliruan lain yang sudah membudaya diantaranya pemilihan imam. Potongan hadits menyebutkan, "والإمام يخطب فقد لغوت". Petik saja sebagian maknanya, “ketika imam berkhutbah”, memberi pengertian “orang yang bertindak sebagai imam solat Jumat adalah khatib”. Namun tak jarang masyarakat membagi tugas imam dan khatib pada dua orang yang berbeda. Sayangnya, mereka cenderung memilih imam berdasar usia, bukan ilmunya.

Dalam muamalah pun banyak kekeliruan. Misal, hukum bercadar menurut madzhab Syafi’i (yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia) adalah wajib. Madzhab Syafi’i mewajibkan wanita menggunakan cadar sebagai bagian dari tatacara menutup aurat. Ironisnya, cadar di Indonesia justru dipersepsikan negatif, seperti membelenggu ruang gerak wanita, tabu, atau malah menutupi kecantikan. Dan sebagai pengganti kaum wanita mengenakan secarik kain penutup kepala. Yang mana tidak memenuhi syarat-syarat hijab syar’i.

Beberapa hal di atas hanya sebagian kecil dari realita kesalahpahaman praktik hukum Fiqh. Tugas kaum terpelajarlah yang harus membenahi agar paling tidak, masyarakat mau belajar untuk memahami hukum Islam secara benar. Jika sudah paham, tentu masyarakat akan mampu mengaplikasikan ajaran Islam dengan kaffah.

Penulis: Ahmad Syarief Maulana - İlahiyat Kayseri Erciyes University
No comments