Çay (teh) adalah satu hal yang tak
pernah lepas dari Masyarakat Turki. Ia terus mengisi gelas-gelas kosong mulai
pagi hingga tengah malam, bahkan sampai pagi kembali. Tidak peduli di gedung
parlemen, kantor, sekolah, maupun di rumah, teh selalu menemani keseharian
mereka. Setiap ada yang datang bertamu pun, paling tidak segelas teh pasti
disuguhkan.
Ini Teh
Turki!
Ada sebutan
khusus untuk teh Turki pada umumnya, yakni tavşan kanı çay. Artinya teh
darah kelinci! Mengapa dinamakan seperti itu? Kebanyakan orang mengira dikarenakan
kepekatan teh yang seperti darah ataupun warnyanya yang kemerahan. Padahal
bukan seperti itu. Nama tavşan kanı çay diambil dari kelimpahan teh yang
identik dengan keberkahan. Teh Turki mengalir tiada henti dalam sehari, persis
seperti kelinci hasil buruan yang ternyata darahnya baru habis setelah
dibiarkan sehari. Maka dari itu, tavşan kanı çay ini sebenarnya bermakna
teh yang pernuh berkah.
Rahasia
di Balik Gelas
Gelas ini
biasa disebut ince belli, maknanya berpinggang langsing. Pertama kali
saya melihatnya di Turki, saya fikir ini hanya seni semata. Namun faktanya,
desain gelas tersebut memiliki arti dan fungsi yang menarik untuk kita simak.
- Dibuat dari kaca yang transparan, supaya lebih mudah untuk mengatur kepekatan saat menuangkan teh ke dalam gelas.
- Cekungan di atas disebut dudak payı, yakni jatah bibir. Gunanya ialah memberikan kenyamanan lebih saat kita menyeruput teh. Ia juga memudahkan kedua jari untuk memegang gelas saat teh sedang panas-panasnya.
- Lekukan di bagian tengah sengaja didesain agar mudah untuk digenggam pada musim dingin, sehingga panasnya teh bisa menghangatkan tangan, kemudian menjalar ke seluruh badan.
- Cembungan di dasar gelas menjaga suhu teh di bagian bawah, sehingga sampai tetesan terakhir pun teh senantiasa hangat. Berbeda saat kita meminum teh dengan gelas biasa, di tegukan terakhir biasanya teh sudah tidak hangat lagi.
- Bentuk kesuluruhan melambangkan sebuah tanaman khas Turki, keindahan yang selalu menghiasi taman-taman kota di musim semi. Ialah Lale, yang mana kita sendiri biasa menyebutnya dengan Bunga Tulip.
Bunga Tulip |
Teh Sebagai
Penjalin Ukhuwwah
Yang menarik
di Turki, teh tidak pernah diminum sendirian. Selalu ada minimal satu orang
untuk diajak bercengkrama. Çay adalah simbol keterikatan serta
ketertarikan diri untuk merajut hubungan dengan saudaranya, entah sudah lama
saling mengenal atau bahkan baru kali itu juga bersua. Dengannya mereka saling
menghangatkan, saling mengakrabi.
***
“Evet,
Amca (Ya, Paman). Lebih tepatnya, saya dari Indonesia.”
“Tuh kan
saya nggak salah tebak. Saya cinta sekali dengan rombongan haji kalian, orangnya
bersih dan barisannya selalu rapih. Yang paling saya suka adalah keramahan
kalian, selalu memberi ruang kepada kami saat kami kebingungan karena belum
mendapat barisan. Moga Allah ridha.”
Saya senyum
sendiri saat pendahulu kita dipuji, sungguh mereka telah mejadi teladan yang
baik. Semoga kami sebegai generasi penerus bisa mewakili Muslim Indonesia dengan
lebih baik lagi di Bumi Usmani.
“Jadi, sedang
apa kamu di Turki?” lanjut Amca tadi.
“Saya sedang
studi di Trabzon.”
Setelah
sedikit berbasa-basi, beliau menggoyangkan kepalanya ke kiri sambil mengedipkan
mata kirinya, “Kemari, ayo minum teh!” Gerakan kepala tadi adalah cara
menyatakan sebuah ajakan. Khas orang Turki.
Maka
dibawalah saya ke çayhane (kedai teh) langganan Amca itu,
kemudian diperkenalkan kepada seluruh kawannya di sana.
Çayhane |
“Inilah
saudara muslim kita yang datang jauuuh dari Indonesia.”
Para
pelanggan di kedai teh menoleh ke arah saya. Yang mulanya menganggur sedikit
demi sedikit merapat, menanti sepatah dua patah cerita dari mulut saya. Saya pun
mulai bercerita soal Indonesia, sebisa mungkin menjawab rasa penasaran mereka
tentang negeri muslim terbanyak di dunia.
Sebuah obrolan santai pun mengalir
hingga gelas kosong, menyisakan sendok teh terbaring di atas gelas pertanda ini
gelas teh terakhir saya. Sudah, jangan diisi lagi.
Saya pun
beranjak mohon pamit untuk melanjutkan aktivitas. “Semoga Allah ridha atasmu Amca.”
“Sampai
ketemu lagi, in syaa Allah. Kalau longgar, silahkan datang kemari. Kita ngobrol
lagi.” Beliau mengantarkan saya hingga pintu keluar çayhane.
“Sampai
jumpa Amca. Fi amanillah,” balas saya.
Lumayan lah
teh gratis kala dingin menusuk sore itu. Benar-benar menghangatkan; Teh kepada
raga, Kebersamaan kepada jiwa. “Innamal mu’minuna ikhwah,” ucapan Amca
di sela obrolan tadi selalu terngiang di pikiran saya. Bahwa kita semua terikat
dalam persaudaraan hanya karena iman. Tanpa batas suku, adat, ras dan bangsa.
Alhamdulillah…
***
“Gönül ne çay ister ne çayhane; Gönül
sohbet ister, çay bahane.”
Hati bukannya inginkan teh, bukan
pula kedai teh;
Hati sekedar ingin berbincang, teh
hanya alasan.
saya lagi cari gelas teh ini.. bisa diinfo dimana belinya?
ReplyDeletesaya lagi cari gelas teh ini.. bisa diinfo dimana belinya?
ReplyDeletesaya sangat senang sekali membaca tulisan anda, sampai saya membayangkan betapa hangatnya suasana dalam kedai teh. setiap saya melihat serial drama turki, saya selalu melihat gelas teh bebentuk tulip tsb, saya mencari2 di swalayan terdekat d kota saya sampai skrng belum ketemu,, he,,he,,,
ReplyDeletesalam kenal dari mojokerto